Ketika kita sebagai orang tua memberikan pertimbangan terhadap pemilihan tempat studi anaknya minimal melihat ranking/trend-nya, serapan lulusannya, dan mungkin pembiayaannya. Bagi masyarakat yg sudah melek bahkan melihat akreditasinya, figur dosen²-nya dan sarana prasarana kampusnya.
Hakikat sebuah pendidikan adalah menambah pengetahuan dan keterampilan serta menyentuh hati agar bersikap yang lebih baik dalam tutur kata dan tindakan berdasarkan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya. Namun, lebih dari itu pendidikan harus bisa mengantarkan pesertanya terserap dalam pengertian bekerja atau berwirausaha.
Pertanyaannnya adalah sudahkah pendidikan kita memenuhi target yang sudah negara tetapkan yakni "membangun keimanan dan ketakwaan dan mencerdaskan. bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU 20 Tahun 2023 tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Sudahkan terpetakan mahasiswa yang kita didik mau diarahkan kemana dunia kerjanya yakni berapa yang akan dibentuk sebagai job seeker dan berapa yang akan dijadikan job creator? Job seeker harus dipahami sebagai pekerjaan yang mencari lulusan kita, sehingga para mitra DUDIKA justru indent terhadap lulusan bukan menawar-nawarkan setelah lulus, ini sangat terlambat. Job Creator harus dimaknai mampu mengajak lulusan lainnya untuk sama-sama berwirausaha baik teman seangkatan maupun adik-adik kelasnya.
Mendidik berorientasi duduk dimaksudkan agar sebagai pengelola pendidikan sudah mengetahui mau dilahirkan sebagai job creator kah atau job seekerkah mahasiswa yang kita didik. Berapa persen yang akan menjadi job seeker dan job creator sudah ditetapkan sejak awal menempuh pendidikan berdasarkan tallent dan peminatan mahasiswa. Tentunya akan berbeda treatment bagi mereka yang akan dilahirkan sebagai pengusaha atau karyawan terutama dalam pembentukan karakternya.